Selasa, 04 Januari 2011

Zuhud, akhlaknya orang-orang yang bertaqwa

Merupakan fitrah manusia untuk senang mencintai dan dicintai, dan alangkah bahagianya jika kita mengetahui bahwa kita dicintai oleh manusia apalagi dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Berbagai cara ditempuh manusia agar dapat dicintai, namun umumnya mereka menempuh cara yang tidak dituntunkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.


Islam telah mengajarkan berbagai upaya untuk dapat meraih cinta Allah Subhanahu wa Ta'ala, demikian pula cinta manusia. Di antara upaya tersebut ialah berakhlak dengan akhlak karimah, dan salah satu akhlak yang berkaitan erat dengan hal ini ialah zuhud.

Menghiasi diri dengan zuhud adalah cara tepat untuk meraih cinta Allah dan cinta manusia, sebagaimana dijelaskan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam riwayat yang shahih:
Dari Abul Abbas -- Sahl bin Sa'ad As-Sa'idy -- radliyallahu 'anhu, ia berkata: Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah! Tunjukkan kepadaku suatu amalan yang jika aku beramal dengannya aku dicintai oleh Allah dan dicintai manusia." Maka Rasulullah menjawab: "Zuhudlah kamu di dunia niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia niscaya mereka akan mencintaimu." (Hadist shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya, lihat Shahihul Jami' 935).

Ulama banyak memberikan definisi zuhud, diantaranya apa yang diungkapkan oleh Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah: "Bukanlah yang dikatakan zuhud di dunia dengan mengharamkan yang halal dan tidak pula menyia-nyiakan harta. Akan tetapi yang dikatakan zuhud ialah kamu lebih menyakini apa yang ada di tangan Allah dan kamu pegangi, dibanding apa yang ada pada tanganmu. Dan hendaklah pahala dari suatu musibah -- jika kamu ditimpa dengannya -- lebih kamu senangi dari pada kamu tidak mengalaminya."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan: "Zuhud ialah meninggalkan perkara-perkara yang tidak memberikan manfaat di akhirat."

Imam Ahmad menjelaskan bahwa zuhud ada tiga model:
1. Meninggalkan yang haram, dan ini adalah zuhudnya orang umum.
2. Meninggalkan hal-hal yang tidak berfaedah dari perkara yang halal, dan ini adalah zuhudnya orang-orang yang khusus.
3. Meninggalkan hal-hal yang menyibukkan diri dari Allah, dan ini zuhudnya orang-orang yang arif.

Dengan memahami keterangan ulama di atas, kita sadari bahwa alangkah mulianya suatu jiwa yang dihiasi dengan akhlak zuhud, jiwa yang memahami bahwa dunia ini hanyalah fana dan segera sirna.

Allah Ta'ala berfirman:
"Apa yang ada di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal." (An-Nahl: 96)

Dan firman-Nya:
"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kalian serta berbangga-banggaan dalam banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridlaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (Al-Hadid: 20).

Bukanlah hal yang mudah untuk berakhlak zuhud, karena naluri manusia selalu mendorong untuk mendapatkan dunia dan apa yang ada di dalamnya. Maka ulama pun menjelaskannya hal-hal yang dapat membantu manusia berakhlak zuhud, di antaranya ialah: keimanan, membayangkan dahsyatnya keadaan di hari kiamat kelak dan ketika berhadapan dengan Allah untuk dihisab, yang dengan ini sifat cinta dunia dan kenikmatannya akan sirna perlahan-lahan dari dirinya. Kemudian dengan memahami bahwa dunia tidak akan dapat diraih seluruhnya walaupun mengerahkan seluruh daya upaya, dan bergantung kepada dunia hanya akan merusak agama dan menyibukkan dari akhirat.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya termasuk perkara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku ialah dibukakannya (dibentangkannya) keindahan dan kesenangan dunia pada kalian." (Muttafaqun alaihi).

Kemudian hal lainnya yang juga dapat melatih diri berakhlak zuhud ialah tidak melihat atau menoleh orang yang lebih mampu dalam urusan dunia, seperti sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Lihatlah kepada orang yang dibawah kalian dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, yang demikian lebih mendorong kalian untuk tidak menganggap kecil nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada kalian." (Muttafaqun 'alaihi)

Dari hadits ini disunnahkan bagi seorang muslim untuk melihat kebawah (yaitu orang-orang yang tidak berada atau miskin) dalam urusan dunia. Adapun urusan akhirat hendaklah ia melihat ke atas (kepada orang-orang yang lebih taat dan berilmu).

Dan tidaklah dikatakan zuhud dengan meninggalkan dunia secara menyeluruh dan menjauhi diri darinya, seperti perbuatan bodoh sebagian manusia yang menganggap dirinya berakhlak zuhud. Mereka meninggalkan nikah, menyengsarakan diri, memakai pakaian yang kumuh dan kotor, menolak makanan yang enak dan bergizi dan pakaian yang bagus dan indah, yang semua ini menunjukkan kejahilan mereka tentang hakikat zuhud yang dengannya dapat dicapai cinta Allah dan cinta manusia.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pemimpin orang-orang yang zuhud memiliki sembilan istri, demikian pula Nabi Daud dan Sulaiman 'alaihimas salam merupakan hamba Allah yang zuhud, tapi keduanya memiliki istri dan kerajaan. Begitu pula para shahabat Nabi yang memiliki istri, anak dan harta sedangkan mereka juga orang-orang yang zuhud yang dicintai Allah dan sesamanya.

Semua ini menjelaskan kepada kita bahwa merealisasikan kezuhudan yang benar ialah dengan mencontoh gaya hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya yang penuh dengan hikmah dan keberkahan.

Sebaik-baik akhlak ialah akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.


Sumber : http://mossdef-system.blogspot.com/2009_06_01_archive.html

Tidak ada komentar: